PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Undang-Undang
Dasar 1945 Bab XII berjudul "Pertahanan dan Keamanan Negara". Dalam
bab itu, Pasal 30 Ayat (1) menyebut tentang hak dan kewajiban tiap warga negara
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebut
"usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung". (huruf kursif oleh penulis).
Ayat (3) menyebut tugas TNI sebagai "mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara". Ayat (4) menyebut tugas Polri
sebagai "melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan
hukum". Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan
TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan
pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU).
Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri
berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi
masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu
"sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Pengaturan tentang
sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg)
itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya
"ke-sistem-an" yang baik dan benar.
TANGGAL 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002,
masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI
dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000
Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat
(2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem "han" dan "kam"
serta "ra" dan "ta" . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR
Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan
yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan
UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU
tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang
"Keamanan Negara" guna merangkai "Kamneg" dalam satu sistem
dengan "Hannneg" (kata "dan" antara "han" dan
"kam" untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri).
Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali
tidak menyebut "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta"
sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi
"pertahanan negara" dan "keamanan negara".
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2),
yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan
UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan
kinerja "sishankamrata". Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg)
dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku sesuai judul Bab
XII UUD 1945, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU
Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara
bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan
negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI
menyebutkan, "di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen
Pertahanan (Dephan)", suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil
serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun
perlu "ditemani" UU Kamneg yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam
suatu institusi sipil (misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan
kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
PRAKARSA Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang 1)
Mencerminkan adanya "kesisteman" antara pertahanan negara dan
keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam
departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik
antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan
"merapikan" dan "menyelaraskan" pasal-pasal yang ada dalam
UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Tak ada niat dari Departemen Pertahanan untuk "memadukan",
"menggabungkan", apalagi "meleburkan" organisasi TNI dan
organisasi Polri ke dalam pola "hankam" seperti keadaan pada pra Juli
2000, saat Polri masih ada di bawah kewenangan Departemen Pertahanan.
Yang ada
adalah ikhtiar untuk menyebarluaskan pada khalayak ramai bahwa menurut Bab XII
dan Pasal 30 UUD 1945, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI
dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan
negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang "sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Makna dari bunyi Ayat (5),
"…hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan
undang-undang" adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti
RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU
Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah,
dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin
dalam semangat kebersamaan "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta".
Setelah
melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang "konstitusionalis" ia
bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada
ketentuan UUD 1945.
Sejalan
dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Bab XII dan Pasal 30
UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan. Namun, Bab XII UUD 1945
bukanlah monopoli departemen dan/atau kementerian negara yang sehari-hari ada
di bawah koordinasi Menko Polhukam. Bab XII UUD 1945 adalah bagian dari bab dan
pasal lain dalam UUD 1945 secara keseluruhan.
Marilah kita baca dengan saksama Bab XII Pasal 30 UUD 1945. Marilah kita
gelar wacana tentang makna Pasal 30 serta ayat-ayat yang terkandung di dalamnya
secara utuh dan lengkap, termasuk kaitannya dengan pasal-pasal lain dalam UUD
1945. Pertahanan dan keamanan negara yang dijiwai "sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta" adalah hal yang terlalu penting untuk dibahas
hanya di kalangan TNI dan Polri. Dalam negara demokrasi, kepedulian tentang
pertahanan dan keamanan negara dalam arti luas adalah hak dan kewajiban tiap
warga negara , sebagaimana tertuang dalam Ayat (1), Pasal 30 UUD 1945.
Juwono Sudarsono Menteri
Pertahanan RI
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar